Kokok ayam ketawa mengantar langkah saya memasuki kawasan adat
Ammatoa – sebuah bentang alam rimbun yang dihuni masyarakat Suku Kajang
di Desa Tana Towa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi
Selatan.
Tergolong tempat magis yang diselimuti banyak misteri, wisatawan yang
berkunjung ke Tana Towa memang sedikit. Berbeda jauh dengan Tana
Toraja, objek wisata budaya yang berlokasi di provinsi yang sama. Tetapi
jangan salah, pesona alam dan budaya Tana Towa tak kalah.
engunjung
di pintu masuk menuju kawasan adat Ammatoa. Pintu ini berfungsi sebagai
batas kultural antara Tana Kekea (permukiman dalam) dan Tana Lohea
(permukiman luar). Foto: Clara Rondonuwu
Setelah berjalan melewati setapak berbatu yang dikelilingi bambu dan pohon kayu biti (Vitex cofassus),
saya sampai di Dusun Benteng. Ini adalah satu dari tujuh dusun yang ada
di dalam gerbang kawasan adat Ammatoa atau biasa disebut Tana Kekea.
Masyarakat Kajang yang ada di daerah tersebut masih memegang teguh
ajaran nenek moyangnya dan merupakan pengikut setia sang pemimpin adat
yakni Ammatoa.
Kawasan tersebut steril dari motor, mobil, televisi, dan
listrik. Laki-laki dan perempuan yang berbusana serbahitam tampak lalu
lalang membawa hasil hutan atau menggembalakan sapi. Adapun rumah-rumah
mereka tampak seragam, berbahan kayu dan menghadap Gunung Lompobattang.
Yang khas, tiang-tiang rumah melengkung mengikuti bentuk asli dari kayu
biti. Letak dapur juga persis di sebelah pintu masuk.
Masyarakat Kajang dalam Tana Kekea secara sengaja menjauhi kehidupan
modern. Bukannya alergi teknologi, akan tetapi menurut adat setempat
kesederhanaan hidup bisa lebih terjaga tanpa keberadaan barang-barang
tersebut. Apalagi hampir semua kebutuhan hidup mereka tercukupi dari
beraneka sumber daya hutan.
Buat masyarakat yang ingin menikmati listrik dan barang elektronik,
ada pilihan untuk tinggal dalam dua dusun lain di luar gerbang kultural
atau disebut Tana Lohea.
Tana Towa dalam bahasa setempat berarti tanah tertua. Masyarakat Suku
Kajang meyakini bahwa di tempat itulah kehidupan paling awal dimulai,
saat daerah sekelilingnya hanya lautan. Manusia pertama ada di Tana
Towa, kemudian bertambah banyak dan memenuhi berbagai penjuru dunia.
Mereka juga meyakini, Tuhan senantiasa mengawasi kehidupan mereka
lewat hutan. Selama 40 tahun lamanya, hutan di kawasan adat Ammatoa
terjaga dengan baik dan luasannya tetap. Menurut Kepala Desa Tana Towa,
Sultan, masyarakat Kajang memiliki pembagian jelas mana hutan yang bisa
dinikmati hasilnya dan mana yang disakralkan.
Ada ratusan hektare hutan di kawasan tersebut yang disucikan dan
masyarakat adat menolak memberi ruang bagi perusahaan perkebunan untuk
mengeksploitasi hutan mereka. Sultan mengatakan bahwa hutan sakral
tersebut hanya boleh dimasuki saat masyarakat Kajang menggelar ritual
adat seperti andigigi atau upacara untuk mengajukan harapan kepada sang
pencipta. Ada pula kegiatan ritual lain untuk memohon keselamatan supaya
terhindar dari malapetaka.
“Hutan itu adalah adat dan adat itu hutan. Walaupun persepsi negara
mengatakan kawasan itu adalah hutan produksi terbatas, tetapi selama itu
pula kami mengakuinya sebagai hutan adat,” kata Sultan, menyinggung
tentang problem kepemilikan hutan yang tengah membelit masyarakat adat
tersebut.
Adapun menurut peneliti kehutanan dari World Agroforestry Centre,
James Roshetko, Tana Towa adalah contoh baik dari pemberlakuan peraturan
adat yang tepat dalam melindungi dan mengatur penggunaan sumber daya
hutan. Sudah selayaknya mereka mendapat pengakuan atas upayanya
mengelola kawasan alamnya, apalagi saat ini sebagian besar hutan alam di
Bulukumba sudah beralih fungsi. “
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pemdes Batulohe gotong royong bersihkan area pemakaman umum di desa
Sinar matahari pagi mulai berangsur naik, terlihat Beberapa warga Desa Batulohe bersama dengan pemdes dan Pemuda Desa Batulohe kecamatan Bu...
-
MEMAHAMI PERBEDAAN SEX PRIA DAN WANITA Sex adalah bahan pembicaraan yang paling abadi sepanjang masa. Mulai dari manusia pertama hingg...
-
Berbicara tentang wisata pantai yang berada di Propinsi Sulawesi Selatan pasti banyak yang cuman mengenal Pantai Tanjung Bira karena mema...
-
saat itu hanya ada pejabat sementara, tahun 1994 barulah di adakan pemilihan yang saat itu di menangkan oleh Dra marliah lahae. ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar